Pernah nggak sih… Selama bulan Ramadhan yang udah jalan semingguan lebih ini, kamu jalan-jalan, terus lihat warung-warung dipenuhi oleh mas-mas, bapak-bapak, mbak-mbak, ibu-ibu, baik yang berjilbab maupun tidak? Oke. Aku mau ber-positive thinking dulu.
Mungkin… Mas-mas, bapak-bapak ini bukan muslim, memang tidak menjalankan ibadah puasa… Atau mungkin, pekerjaan mereka membutuhkan tenaga fisik yang sangat berat sehingga diperbolehkan untuk tidak berpuasa… Atau mungkin lagi sakit kali ya?
Mungkin… Mbak-mbak, ibu-ibu yang tak berhijab ini, bukan orang muslim… Dan mereka yang berhijab mungkin adalah wanita yang sedang mendapatkan tamu bulanan hingga tidak diperbolehkan berpuasa. Atau mungkin lagi sakit juga bisa. Atau mungkin (lagi), memang sudah sepuh, sudah tua, hingga diperbolehkan untuk tidak berpuasa juga… Mungkin ya?
Tapi…
Aku melihat remaja putri berseragam SMA/SMK swasta muslim, berduyun-duyun memadati angkringan. Iya. Serombongan. Memang mereka semua lagi haid ya?
Aku melihat unggahan instagram story atau WhatsApp status para lelaki kenalanku di beberapa tempat, siang hari, nampak sedang bersantap siang di warung makan. Mengecap pahitnya kopi, atau hangatnya teh manis. Siang hari. Bukan foto late post yang tentunya aku akan tahu lah ya~
Kenapa?
Aslinya, saya ini males ngomentarin masalah ibadah. Wong ibadahku wae durung bener. Sholatku masih suka kelupaan (terutama subuh hahaha). Terus jilbab yang katanya wajib-wajib itu, juga saya enggak pake. Hahaha.
Bagi saya, manusia hidup ini memilih dosanya masing-masing. Orang berhijab tapi minum alkohol? Ada. Rajin sholat 5 waktu tepat tapi mulutnya suka menebar fitnah? Ada. Yang biasa-biasa aja, menjaga pergaulannya agar tidak kebablasan dari norma agama dan moral masyarakat, tapi nggak pake hijab dan sholatnya bolong-bolong? Ya ada.
Prinsipku:
Ibadah adalah ranah manusia dengan Tuhannya. Gak usah diganggu dan nggak usah mengganggu. Aku nggak akan ngata-ngatain kamu yang nggak puasa, karena aku juga gak mau dikata-katain masalah aku tidak berhijab. Mudahnya, urusi surga dan nerakamu sendiri, karena aku juga tidak mau orang lain mencampuri urusan surga dan nerakaku sendiri.
Aslinya, kalo nggak kesenggol, saya ini males muring-muring. Tapi, kok ya gemes banget lihat fenomena masa kini. Dimana orang yang di KTP-nya tulisannya agamanya Islam, tetapi memilih tidak berpuasa di bulan Ramadhan, malah dengan bangganya memamerkan ketidakpuasaannya. Oh. Dan bahkan dari cara bicaranya ketika bertemu teman-teman yang berpuasa, seolah mengolok dan berkata “heh kamu ngapain puasa? sini mbatal aja~”
Hhhh…
Bagi kamu, yang mungkin merasa.
Memilih nggak puasa itu nggak apa-apa. Itu urusanmu dan Tuhanmu. Hablum minallah-mu. Dan aku nggak peduli dengan itu… Bodo amat.
Tapi jangan lupakan hablum minannas-mu dengan sesama manusia di sekelilingmu… Manusia-manusia yang memilih untuk berpuasa di bulan Ramadhan ini… Kamu mau nggak puasa ya terserah, tapi jangan ejek kami yang memilih berpuasa di bulan Ramadhan.
Kalo kembali dalam pengibaratan dalam prinsip… Ya kalo kamu gak memilih “jalan surga” yang sama sepertiku, yaudah, diem aja, jangan terus menghina “jalan surga” yang saya pilih. Berlaku sebaliknya. Jadi, kalo sekarang saya ngatain kamu yang nggak puasa, itu karena kamu menghina “jalan” yang saya pilih, yang bertentangan dengan jalanmu.
Paham?
Jadi, kalo beda jalan, mending diem aja wes. Gak usah banyak ribut. Gak usah menghina yang berbeda pilihan kalo gak mau dibales dikatain. Ini berlaku gak cuma buat pilihan puasa-gak puasa di bulan Ramadhan… Ini berlaku juga buat yang lain, buat pilihan presiden mungkin?
Oh dan dari masa awal-awal puasa…
Saya jadi ingat pelajaran guru SD kelas V saya, namanya Bapak Muchadjat Muchtar Dibyo~
Kala itu, kami sedang belajar bahasa Jawa, tepatnya tentang aksara jawa. Kami belajar aksara pasangan saat itu, dan ada beberapa pasangan yang tetap menyerupai bentuk aslinya, berbeda dari bentuk aslinya, diletakkan di bawah, dan diletakkan di atas. Tiba saatnya kami belajar tentang pasangan aksara Jawa yang letaknya di atas dan beliau berkata,
“Supaya gampang pangeling e, pasangan aksara Jawa sing panggone neng ndhuwur kuwi pasangan Pa, pasangan Sa, lan pasangan Ha. PA SA HA. Pasaha utawa pasa a, supaya dadi manungsa kang utama Panggonane wong kang utama iku ya neng ndhuwur .”
Translatenya kira-kira begini:
“Agar mudah mengingatnya, pasangan aksara Jawa yang letaknya di atas adalah pasangan Pa, pasangan Sa, dan pasangan Ha. PA SA HA. Pasaha atau puasa lah, agar menjadi manusia yang utama. Karena tempat bagi orang yang utama itu ya di atas.”
Selamat siang dan selamat menjalani aktivitas 🙂